Jumat, 11 Desember 2015

Aku dan Masa Lalu mu

Sebuah perjalanan cinta seorang gadis tomboy yang banyak pengagumnya, dia bernama Keyla atau biasa di panggil Key.
Banyak orang yang mengenalnya sebagai anak yang ramah, sopan, baik, pendiam.
Namun di balik itu semua, di saat kesendirian dan rasa stres yang menimpanya, ia melakukan hal yang buruk untuk melampiaskannya.
Bukan mabuk atau pun pecandu narkoba, key slalu menggunakan lem atau cutex untuk diciumnya hingga merasa terbang.
Latar belakang keluarga Key memang tidak begitu menjamin, karna kebangkrutan usaha papanya kini mereka tak bisa lagi hidup megah.
Key anak pertama dari tiga bersaudara. Key kini tengah kuliah di universitas di Jakarta, adik Key yang bernama Sila masih menduduki bangku SMP sedangkan adiknya yang paling kecil yang bernama Kelvin masih menduduki bangku SD.
Key banting tulang untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarganya dan juga biaya kuliahnya. Sebenarnya sudah lama Key ingin berhenti dari ngelem, tapi dia tidak bisa melakukannya sendiri. Dia butuh bantuan dari orang lain namun belum ada satu orang pun yang ia yakinin bisa lakukan itu, hingga akhirnya saat Key telah memasuki semester lima.
Anak laki ini memang tidak begitu dekat dengan Key walau pun mereka satu kelas, dia hanya suka menegur Key dengan sebutan sayang dari awal masuk kuliah.
Dan laki laki ini bernama Raffa.
Entah kenapa salah satu sahabat aku yang bernama Bowo selalu bercerita tentang Raffa, bahkan katanya Raffa selalu memimpikan aku.
Dan inilah awal cerita kedekatan aku dengan Raffa.

"Key main yuk nanti malam ke rumahnya Raffa." Bujuk Bowo sambil mendesak. "Mau ngapain kerumahnya? Kamu ajalah, pulang kuliah nanti kan aku harus kerja." Ujar ku. "Ayolah Key nanti sepulang kamu kerja, nanti aku jemput kamu dan kita langsung ke rumah Raffa. Iya Key yaaa, please..." "Ya udah nanti jemput aku jam 9 ya gak pakai lama." "Siap komandan."
Begitu aku sampai di rumahnya Raffa, entah kenapa mukanya terlihat lebih bahagia. Namun aku tak begitu mempedulikannya.
"Aku kira kamu gak bakal mau main ke rumah aku Key, silahkan masuk, maaf ya rumah aku begini adanya." Ujar Raffa.
Raffa juga bukan anak dari keluarga kaya namun kehidupan Raffa jauh lebih baik dari aku.
"Iya Fa makasi, gak usah repot repot ya fa keluarin aja apa yang ada hahaha." Ujar ku sambil tertawa bercanda.

Hari terus berganti dan Raffa berusaha tuk lebih dekat lagi padaku, namun aku tidak terlalu merespon karna aku hanya menganggap teman dan tidak ada ketertarikan sama sekali.
Aku hanya memikirkan keluarga ku dan belum siap untuk pacaran, karna dulu aku sempat ngerasain patah hati ketika aku merasakan cinta tuk pertama kalinya.

Saat malam yang cerah, penuh bintang bertaburan di langit dan udara malam yang dingin berhembus, di temani lagu cinta yang romantis hanya ada aku dan Raffa di teras rumahnya. Memang sudah sebulan berlalu semenjak aku main ke rumahnya, waktu yang cukup baginya untuk menyatakan cinta.
"Key aduuh gimana ya ngomongnya." Dengan kebingungan dan salah tingkah Raffa terpatah patah mengatakannya.
"Apaan sih Fa, dari tadi kamu bilang begitu terus atau gak anu ini. Kamu tu mau ngomong apa sih, bilang aja sih dari pada nanti aku keburu pulang, apa mau lewat bbm aja?"
"Jangan pulang dulu Key, sebentar lagi ya." Ujar Raffa menahan ku.
"Iya fa tapi buruan kamu mau bilang apa, ini udah tengah malam lho udah jam dua belas ntar aku pulang jam berapa."
"Begini lho Key, eem.. si Bowo pernah cerita ke kamu gak tentang aku yang suka mimpiin kamu atau lainnya?"

"Dari tadi cuma mau nanya itu doank fa? Kamu ini aneh ya, iya si Bowo suka cerita ke aku kalau kamu sering mimpiin aku, yang kamu orangnya begini begitu bahkan kata Bowo udah jadian aja sih sm Raffa anaknya juga baik kok, Raffa suka lho sm kamu."
"Bowo bilang begitu?" "Iya." Dan seketika suasana hening dan hanya terdengar alunan lagu dari laptopnya.
"Fa aku pulang ya, ini sudah larut malam."
Ujar ku yang takut di marahi oleh orang tua.
"Key jujur semenjak aku sering mimpiin kamu, entah kenapa ada rasa yang beda ketika aku melihat mu dan ketika aku memikirkan mu. Key aku cinta sama kamu, mau kah kamu jadi kekasih ku? Maaf bila mungkin ini terlalu cepat untuk mu."
Tanpa berpikir panjang aku pun mengatakannya, "maaf ya Fa, aku belum ada rasa apa apa ke kamu perasaan ku saat ini gak lebih dari teman. Gak apa apa kan kita berteman saja?"
"Iya Key gak apa apa, aku siap ko untuk nunggu kamu." Ujarnya dengan kekecewaan.

Raffa pun mengantarkan aku pulang dan minta maaf karna terlalu larut membawa ku pergi, dan orang tua ku tidak marah sama sekali karna Raffa yang bertanggung jawab atas kesalahannya.
Padahal aku minta di turunin di depan gg tapi Raffa menolak, dengan alasan aku ini laki laki yang punya tanggung jawab bukan seorang lelaki yang tidak tahu bagaimana cara menghargai seorang wanita.
Entah kenapa perkataan dia itu membuat ku berkesan, dan mulai ada rasa kagum kepada dirinya.
Ku pikir setelah itu Raffa tak akan menunjukkan batang hidungnya kepada ku, seperti laki laki lain yang cintanya aku tolak dan mereka menghilang.
Ternyata dugaan aku salah, Raffa tetap mendekati ku. Makin hari Raffa menunjukkan keseriusannya pada ku, dia tetap berusaha tuk dapatkan hati ku. Dari yang memberi perhatian, selalu memberi ku semangat dalam jalani hidup, bahkan perduli dengan keluarga ku.

Satu bulan berlalu Raffa pun menyatakan kembali perasaannya, aku tak dapat menolaknya karna aku benar benar di buat luluh dengan semua usaha dan perjuangannya.
Walau pun kita sudah resmi menjadi sepasang kekasih, Raffa mengetahui bahwa aku belum sepenuhnya mempercayainya hingga ia terus berusaha mendapatkan kepercayaan ku bagaimana pun caranya ia lakukan.

Entah kenapa aku merasa, Raffa sanggup membantu ku untuk berhenti dari ngelem.
Apa aku harus mengatakannya ya, kalau aku jujur ke dia apa dia akan tetap terima aku apa adanya?
Sepertinya dia bisa menghentikan ku, tapi bagaimana kalau kebalikkannya?
Bagaimana kalau Raffa jadi ilang rasa sama aku dan menjauh dari aku?
Setelah tiga tahun berlalu, aku baru bisa merasakan cinta lagi. Lalu bagaimana kalau Raffa akan pergi setelah itu?
Apa aku sanggup merasakan keterpurukan lagi? Ujar ku dalam hati sambil menunggu Raffa yang sedang membuatkan aku minum.

Seketika Raffa membuyarkan semua lamunan ku. "Kamu kenapa sih sayang? Kok melamun gitu? Apa yang lagi kamu pikirin, sini cerita sama aku jangan kamu pendem sendirian." Tanya Raffa khawatir.
"Yank, apa kamu terima aku apa adanya?" Tanya ku balik. "Kok kamu nanya gitu sih? Iya jelas lah aku terima kamu apa adanya?"
"Kamu tau kan fa tentang kehiduapan aku seperti apa?" "Aku tau ko sayang, dan aku kagum sama kamu karna kamu kuat gak seperti cewek lainnya yang ada di kampus." "Sebenarnya fa, terkadang aku merasa gak kuat dengan kehidupan ku. Dimana hutang hutang keluarga ku terlalu banyak dan entah kapan selesainya. Di saat aku merasa lelah dengan semua, aku selalu melakukan hal buruk sebagai pelarian ku." Dengan ragu ragu akhirnya mulai mengatakannya.

"Hal buruk apa yang kamu lakukan?" "Aku ngelem fa, aku menggunakan cutex yang ada di tempat kerja ku. Aku ingin berhenti fa, tapi aku gak bisa. Kamu pasti ilfeel ya dengernya?"
Raffa menunjukkan raut wajah yang sangat terkejut, seketika berubah menjadi tersenyum dan Raffa memelukku.
"Sayang, aku paham dengan apa yang kamu rasa dulu pun aku juga bandel walau gak sama kaya kamu. Sekarang aku udah berhenti, dan aku yakin kamu juga bisa buat berhenti. Lalu dari kapan kamu melakukan itu?" "Empat tahun yang lalu, tapi aku tidak sering ko melakukannya. Hanya disaat aku merasa strees dengan semuanya."
"Sebulan bisa berapa kali kamu lakukan itu?" "Dua kali tapi kalau kedaan benar benar buruk aku bisa lebih dari itu."

"Kamu tenang ya sayang, aku tetap terima kamu apa adanya dan aku janji aku akan buat kamu berhenti dari hal itu, karna efeknya itu bisa menyerang ke organ tubuh kamu."
"Makasi ya sayang, aku kira kamu akan menjauhi ku setelah ini." "Gak ko sayang aku janji."

Keesokan harinya..
"Sayang mata kamu merah banget sih." Ujar Raffa yang sedang menjemput ku pulang kerja. Tanpa melihat wajahnya aku pun berkata, "Emang iya ya? Mungkin karna aku mengantuk fa." "Ya udah kita pulang ya, tapi aku mampir sebentar boleh?" "Iya boleh kok."
Sesampainya di rumah..
"Jujur sama aku, kamu pasti abis lakuin itu lagi kan?" "Eem, gak kok. Aku beneran ngantuk."
"Kamu tau, dulu aku pernah mabuk juga pernah pakai ganja. Jadi aku tau seperti apa mata orang yang sedang makai obat termasuk ngelem seperti kamu. Jangan pernah coba bohongin aku karna aku slalu tau kalau kamu bohong, paham?" "Maaf ya, iya tadi aku abis lakuin lagi. Aku benar benar pusing dengan keadaan rumah, apa lagi udah berapa hari ini mama dan papa bertengkar terus."
Raffa langsung memelukku dan berkata, "kamu bisa kok berhenti dari hal buruk itu, dulu aku juga bisa tanpa harus rehabilitas. Yang terpenting niat dari hati kamu yang benar benar ingin berhenti, aku yakin kamu pasti bisa. Sekarang kan sudah ada aku, lebih baik kamu ceritain semuanya ke aku, luapin aja ke aku, kalau kamu mau pukul aku juga gak papa yang penting kamu bisa untuk gak lakuin itu lagi. Kamu ngerti kan sayang?"
"Aku gak mungkin tega mukul kamu, pukulan aku sakit lho." "Gak papa sayang, kalau dengan ini bisa buat kamu berhenti aku pasti lakuin." Dengan senyum lebar Raffa meyakinkan ku dan ia pun merasa yakin bahwa aku mampu untuk berhenti.

"Makanya jadi suami tuk yang benar, cukupi kebutuhan keluarga cari kerja juga jangan serabutan gak jelas. Keadaan kita sekarang yang seperti ini siapa yang pantas di salahkan kalau bukan kamu yang terlalu percaya sampai gampangnya ditipu." Teriakan mama ku yang lagi lagi bertengkar dengan papa.
Aku bosan, sangat bosan sepeeti ini terus. Rasanya benar benar membuat kepala ku pecah, tanpa aku sadari aku menghubungi Raffa dan aku ceritakan semua yang telah terjadi. Dengan suaranya yang lembut, ia menguatkan ku, aku benar benar merasa nyaman banget sama dia. Baru kali ini aku menemukan seseorang yang bisa terima aku apa adanya. Aku sangat bersyukur dan aku sangat membanggakannya.

Keesokan harinya keadaan rumah semakin kacau, semua barang terhempas di setiap sudut rumah. Untungnya adik adikku sedang bermalam di rumah tante, setidaknya mereka tak kan tahu seperti apa keadaan rumah saat ini. "Paaak" terdengar keras dan terasa begitu sakit sampai mulutku keluar darah.
Aku tak tahu menau ketika papa dan mama bertengkar aku hanya diam mengurung diri di kamar sambil mendengarkan lagu di hp ku melalui headshet. Tiba tiba mama menampar ku begitu kencang, "Dasar anak tak tahu diri, tidak pernah ngertiin keadaan keluarganya." Ujar mama marah setelah menampar ku.
Lagi lagi dan lagi selalu aku yang jadi pusat pelampiasannya mama, kali ini aku benar benar merasa muak.
Aku langsung pergi begitu saja ke tempat biasa aku menyendiri, di atas atap gedung yang sudah tak terpakai. Tenang dan sunyi serta terasa sejuk dengan angin yang berhembus. Tak ada satu pun yang tahu tempat ini, Raffa pun baru aku kasih tau.
Aku keluarkan lem aibon yang ada di dalam tas ku, tanpa mikir panjang kali ini aku melakukan hal yang sangat over.
Raffa bbm aku tapi karna aku sedang asik dengan apa yang ku lakukan membuat aku membalasnya dengan lama.
Sudah berapa jam aku disini dan melakukan ini secara terus menerus, tanpa memikirkan apa yang akan terjadi nanti.
Dan tanpa aku sadari aku menelpon Raffa. "Maafin aku ya sayang, aku belum bisa berhenti." Dengan suara berat ku katakannya dan langsung mematikan teleponnya.

Raffa begitu panik sehingga dia langsung lari ke rumah ku, ternyata keadaan rumah kosong entah kemana perginya mama dan papa.
Raffa terus menghubungi ku, dan aku tidak mengangkatnya.
Sudah merasa ngefly, mata ku pun terasa berat untuk tetap melek. Aku terus berteriak melampiaskan semua yabg ku rasa.
Seketika Raffa datang dan langsung memelukku, "Apa yang sedang kamu lakukan? Kenapa kamu begitu bodoh? Coba lihat sudah berapa banyak lem yang kamu gunakan, masih syukur sekarang kamu tidak apa apa. Sudah ku bilang jangan lakukan ini lagi, sekarang ada aku kamu bisa lampiaskan atau cerita ke aku. Muka kamu kenapa? Apa kamu juga melukai wajahmu?" Ujar Raffa yang panik melihat keadaan ku dan luka di wajahku.
"Maafin aku maafin aku." Hanya kata maaf yang terus keluar dari mulutku dan juga air mata yang berlinang.

Aku mulai merasakan berat mata ini, dan aku tidur di pangkuan Raffa.
Sesaat aku terbangun, aku terkejut melihat Raffa yang sedang memegang kater dan ingin melukai telapak tangannya.
"Apa yang kamu lakukan? Buang karternya sekarang!" Ujar ku panik.
Raffa tidak mendengar ucapanku, ia pun melukai telapak tangannya. Begitu banyak darah yang mengalir, segera aku mengobatinya. Raffa tersenyum dan mengelus elus kepala ku.
"Key apa kamu sayang sama aku?" Tanyanya.
"Iya Fa aku sayang sama kamu." "Aku juga sayang sama kamu, dan aku mohon kamu hentikan kelakuan kamu ini. Dan janji tadi yang terakhir kalinya, kamu liat kan masih banyak ruas di tangan ku yang bisa aku lukai seperti ini? Setiap kali kamu lakukan itu, aku akan melukai diri aku. Walau pun kamu tidak berkata jujur, aku dapat mengetahuinya hanya dari mata kamu, paham kan?"

Mendengar itu dan melihat kejadian ini, jelas sudah aku tidak ingin Raffa melukai dirinya hanya untuk kesalahan yang aku lakukan.
"Aku janji, aku janji gak akan melakukan ini lagi aku gak mau kamu melukai diri kamu sendiri, aku janji tadi yang terakhir kalinya, aku janji." Ujar ku sambil menangis tersedu sedu.
Hari buruk ini pun berlalu begitu saja, aku benar benar merasa bahagia dan bangga dengan Raffa. Sungguh tak ingin melepaskannya walau hanya sekejab saja.
Setiap kali ada hal keluarga yang membuat ku pusing, aku selalu bercerita ke Raffa.
Yaa meskipun yang ku ceritakan hal yang sama, dan sarannya pun sama. Aku tetap bercerita padanya, aku hanya ingin dia mendengar semuanya agar aku bisa merasakan tenang.
Tapi semakin kesini aku mulai merasakan ada yang berbeda dengan Raffa, aku tidak tahu kenapa tapi Raffa mulai mengacuhkan aku setiap kali aku bercerita dengan masalahku.

"Kamu kenapa sayang? Akhir akhir ini aku merasa kamu berbeda, apa aku melakukan kesalahan?" Tanya ku bingung.
"Gak kok, aku tidaka apa apa." Jawabnya terlihat jutek.
Aku semakin bingung ada apa dengannya, setiap kali aku desak untuk bercerita tapi Raffa tidak pernah cerita apa apa dan dia selalu berkata aku tidak apa apa.
Sampai akhirnya aku cape dengan hubungan yang mulai renggang tidak jelas apa penyebabnya.
Aku pun terus mendesaknya agar cerita, hingga akhirnya dia cerita apa penyebabnya
To be continue....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar